Selasa, 20 Februari 2018

BUKAN PHOSPHENOUS, LALU APA?

Jung Ho Seok: Bukan Phosphenous, Lalu Apa?





Phosphenous adalah keadaan dimana mata bisa melihat cahaya ketika terpejam tanpa benar-benar melihatnya. Lalu ... jika objek yang aku lihat ketika mataku terpejam tanpa benar-benar melihatnya adalah kamu ... apakah itu disebut?


Aku tidak mengerti tentang apa rasa ini disebut: kehilangan, barangkali? Tapi rasanya lebih dari itu. Jauh melampaui makna kehilangan. Kosong bisa jadi. Yang jelas, rasanya seperti aku bangun dari tidur siang di musim panas yang menyengat, dengan titik-titik keringat di kening dan hawa gerah yang melingkupi, kemudian aku sadar bahwa kacamataku tidak dapat kutemukan di sekitar; tidak nyaman; membuat segalanya nampak buram dan tidak ada yang bisa aku lakukan setelahnya.

“Hei, bagaimana mungkin kamu baru mengerjakan setengah lembar halaman laporan jurnalmu?”

Jin memrotes. Membuatku tersentak bukan main. Akhir-akhir ini atensiku memang sering mendadak hanyut terbawa pikiran yang melayang entah kemana.

“Kamu sudah duduk di sana selama dua jam, Seul Hee.”

Aku hanya bisa tersenyum kikuk sambil menggaruk ujung telinga dengan satu jari. “Aku tidak sengaja melamun. Tapi akan kukerjakan lagi, kok,” ujarku sambil cepat-cepat menegakkan duduk dan membetulkan letak kacamata kotak besar yang aku kenakan.

Seok Jin mendesah. “Kalau begitu, aku mau beli kopi dulu. Cepat selesaikan laporanmu supaya kita bisa cepat pulang.”

Pemuda itu bangkit dari duduknya kemudian melotot ke arahku, membuatku merapatkan kembali kedua bibir yang hendak menolak tawarannya, “Jangan menolak! Aku tidak mau kamu tiba-tiba berubah menjadi linglung lagi dan melupakan jalan pulang.”

Linglung. Ah, ya. Linglung mungkin adalah kata yang paling menyentuh ketepatan atas apa yang saat ini melandaku.

Tapi, kenapa? Maksudku, oh, ya mungkin aku memang kehilangan kamu, tapi aku sama sekali tidak menyangka bahwa kehilangan satu diantara berpuluh orang di sekitarku bisa membuat dampak yang sebesar ini. Tidak masuk di akal. Bagaimana mungkin kehilangan kamu yang bahkan tidak membuatku menangis ketika pergi, justeru membuatku menjadi seonggok perempuan hampir dewasa yang mungkin akan mengacaukan hidupnya sendiri?

Aku belum dewasa, tentu saja masih dalam proses, tapi aku juga bukan seorang remaja pemberontak yang tidak mengerjakan tugas laporannya, lupa makan, lupa tidur, lupa memberi makan Neko makan, dan lupa-lupa lainnya. Namun kenapa aku justeru melakukan segala sesuatu yang aku absen itu?

“Tuh ‘kan! Tuh ‘kan! Kamu melamun lagi, hei, Seul Hee!”

Aku mengerjap dan menemukan Seokjin dengan gelas kopi di kedua tangannya. Ia menaruh keduanya di mejaku, lalu kemudian menarik kursi dan duduk menghadapku. Tangannya menarik kursi milikku hingga menghadapnya juga. Ia menatapku sengit.

“Dengar, apa yang terjadi padamu?”

Aku juga bingung. “Aku ... tidak mengerti, Jin. Entahlah.”

“Semua pasti ada sebabnya, Ahn Seul Hee. Berpikirlah. Kamu anak Fakultas Kimia yang jelas memiliki otak beribu kali lipat lebih cemerlang dibanding milikku. Sekarang, pikirkan ini baik-baik.”

“Tidak tahu. Aku sendiri tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini aku sering melamun.”

Aku meneguk satu kali. Tidak tahu.

“Apa yang kamu pikirkan saat kamu melamun?”

“Pikiranku ... tidak ada. Aku hanya melamun. Lalu terkejut saat seseorang menegurku. Begitu saja.”

Seok Jin mendesah lagi.

“Aku rasa bukan karena masalah itu. Kamu bahkan tidak menangis seperti orang kebanyakan ketika dia meninggalkanmu.”

Ya, kurasa juga begitu.

“Sekarang, apa yang kamu rasakan?”

Apa yang aku rasakan? “Em ... seperti katamu tadi. Aku linglung? Ya, mungkin linglung. Seperti ada yang aku lupakan. Entah apa itu, aku lupa—tentu saja lupa, kalau ingat aku tidak akan lupa.”

Aku sempat mendengar ia berujar pelan, “Bicaramu bahkan ngaco. Mengerikan.”

“Seokjin, sudahlah ...,” Aku menghembuskan napas. “Aku mungkin terlihat tidak baik-baik saja, tapi aku sungguh baik-baik saja. Hanya kadar melamunku saja yang cukup meningkat akhir-akhir ini. Mungkin aku kelupaan sesuatu dan aku pasti akan mengingatnya nanti.”

Karena hari sudah larut, akhirnya Seokjin mengiyakan ajakanku untuk pulang. Tapi sebelum benar-benar berpisah di persimpangan jalan, ia memberi sebuah petuah, “Dengar, ini mungkin terdengar agak konyol. Tapi aku suka melakukannya ketika aku sedang kehilangan sesuatu karena lupa meletakkannya. Matikan lampu kamar, kompres kepalamu dengan air dingin, berbaringlah sambil memejamkan mata. Biasanya, aku akan mengingat apa yang aku hilangkan beberapa saat kemudian.”

Dan di sinilah aku. Di atas ranjangku, sambil mengikuti apa-apa yang diperintahkan Seokjin. Aku hanya menghindari omelannya esok pagi jika tidak mencoba apa yang sudah ia usulkan.

Aku sudah melepas kacamataku, memejamkan mata dan merasakan dinginnya sapu tangan yang menempel di keningku. Rasanya cukup nyaman. Kemudian entah kenapa, tiba-tiba saja bayangan kamu yang sedang tertawa muncul. Mungkin aku rindu. Lalu kemudian aku berusaha mengusir kamu dari sana.

Menajamkan intuisi dan berusaha mengingat apa yang aku lupakan. Buku? Lembaran kartu hasil ujian? Sepatu? Tas? Dompet? Tidak. Lalu bayangan kamu kembali muncul, kali ini tengah melakukan buing-buing aegyo yang membuatku refleks tertawa. Eh? Sudah sana, Ho Seok. Aku harus mengingat sesuatu dulu. Jadi aku mengusirmu lagi.

Kaos kaki? Ikat pinggang? Cardigan? Kotak kacamata? Tidak. Bayangan kamu yang sedang cemberut karena marah muncul, disertai aku yang mencolek-colek sebelah bahumu, berusaha sekuat tenaga membujuk. Membuatku refleks memberengut. Susah sekali membujuk kamu yang sedang marah, tahu! Aku mengusirmu lagi.

Berulang kali mencoba mengingat, berulang kali bayangan kamu disertai beberapa kejadian justeru bermunculan. Kamu yang membuatkanku bekal, kamu yang menungguku mengerjakan laporan di perpus, kamu yang selalu mengajakku makan chiros, kamu yang selalu bertingkah sok imut, kamu yang tukang ngambek, kamu yang selalu mengataiku isteri kuda karena kacamataku yang besar, kamu yang selalu menggenggam tanganku ketika sedang berjalan, kamu yang memelukku saat aku menangis, kamu, kamu, kamu. Kenapa selalu kamu yang muncul, Ho Seokie?

“Biasanya, aku akan melihat apa yang aku hilangkan ketika mataku terpejam beberapa saat kemudian.”

Seketika aku membuka mata. Apa?

Aku mengerjap beberapa kali. Meneguk lalu memejamkan mata lagi. Hanya untuk memastikan bahwa apa yang aku lihat bukanlah ... kamu.

Tapi itu kamu. Di sana. Di antara ruang gelap ketika aku terpejam. Kamu muncul di sana, Ho Seok. Tapi kenapa? Aku tidak pernah melupakan kamu barang sedetik pun semenjak kamu pergi. Sejak membuka mata di pagi hari, aku bahkan ingat bahwa hari ini adalah tepat peringatan dua bulan kepergian kamu untuk selamanya. Aku tidak pernah melupakanmu, Ho Seok...

Lalu kemudian aku membuka mata. Tapi tiba-tiba dadaku sesak dan aku menangis untuk pertama kalinya sejak kamu pergi.

Aku tahu sekarang apa yang aku lupakan—atau mungkin hampir. Aku memang tidak pernah melupakan kamu, tapi rupanya aku lupa seberapa besar aku membutuhkan kamu.


Ya Tuhan ... maafkan aku, Ho Seok. []










Happy birthday uri sunshine /lovelove/

0 komentar:

Posting Komentar