Selasa, 24 Juli 2018

#OURSCENARIOS S1- #EP1 KRISIS RASA MALU !!!



Life Scenarious, aku coba tuliskan skenario yang siapa pun bisa menjadi pemilik ceritanya.

Ini semua soal presepsi.

Sebuah skenario kehidupan yang menakutkan. Bahkan jika kehidupan terdapat keindahan pun, tetap saja indah itu bisa juga menakutkan.  Sakali lagi aku katakan, ini memang presepsi dari setiap adegan kehidupan yang bisa saja aku, kamu atau siapa pun alami.

Oke, yang aku ingin katakan adalah mengapa aku bisa begitu berani.

Ya. Berani itu bagus memang, bagus sekali. Tapi bukan itu ....
Entah kenapa semakin lama keberanian yang muncul dalam diriku itu malah mengesampingkan harga diri. Keberanian yang tidak melihat rasa malu. Gak tau malu!

Oh, mungkin sebenarnya yang ingin aku katakan adalah krisis rasa malu. #Indonesiakrisisrasamalu

Sengaja di strikethrough biar tidak terlalu kejam. Ha! Kenapa krisis rasa malu? Gini, entah dimulai dari tahun berapa tapi yang pasti itu tidak sampai 20 tahun silam ... Aku merasa jika semakin aku memalukan, maka aku menjadi semakin menarik. Ya, menarik untuk diriku dan menarik untuk orang lain. Tidak jarang jika itu juga semakin membuat aku beruntung.

Aneh gak sih aku itu? Aku rasa itu aneh sekali. Aneh.

Kenapa aku yang berani dan tidak tahu malu ini bisa mendapatkan keberuntungan dan menarik perhatian hanya dengan hal aneh yang aku buat?

Hal aneh itu tidak jauh dari membuat lelucon, lelucon itu banyak terjadi karena aku tidak malu-malu.
Ketika aku berkumpul dengan teman-teman, aku sering melakukan hal yang sebenarnya, jika aku renungkan, itu adalah hal yang tidak perlu dilakukan, tapi aku melakukannya dan mendapat respon baik. Sungguh, saat itu memang menyenangkan!!

TAPI,

Apakah aku memang sangat membutuhkan respon baik dari orang lain?

Apakah respon orang lain itu penting?

Ditambah lagi sekarang banyak sekali media-media penyalur hal memalukan. Hei, apakah itu benar-benar salah medianya? Bukan! Aku harus tahu kalau yang salah itu ada pada diriku sendiri.  Aku sering menatap kamera hanya untuk bercemin lalu bergaya melakukan berbagai ekspresi, yang sebenarnya itu adalah kegiatan yang tidak jelas tapi kemudian aku posting ke media umum. Mengapa aku melakukan hal itu? Kegiatan yang sebenarnya sudah membuat aku malu pada diriku sendiri malah aku perlihatkan ke depan umum. Apalagi jika aku menghidupkan mode video, dengan beraninya berlenggok membuat lelucon hanya untuk mendapatkan respon orang lain. Harusnya aku tambah malu. Harusnya... tapi sangat menyenangkan, saat itu.

Aku tahu itu semua adalah hak diriku. Aku sangat menghargai hak asasi manusia. Terserah aku! Tapi ya kalau aku renungkan, kegiatan itu sangat tidak perlu. Ya, Aku harap aku selalu merenungkan apa yang aku perbuat. Kegiatan aneh berkedok lelucon hanya untuk mendapatkan respon orang itu yang membuat timbulnya krisis rasa malu. Karena masalahnya yang melakukan kegiatan bukan hanya diriku.

Sudah seharusnya aku akui dan memang aku akui ini juga salah diriku mengapa krisis rasa malu bisa terjadi. Mengapa aku juga malah memberi respon pada kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang  yang melakukan hal aneh? Akibatnya bisa dua hal. Satu, kamu akan tertawa menghina bahkan meremehkan ‘itu’. Kedua kamu akan mengikuti ‘itu’. Kegiatan itu. Tapi apa pun tanggapanku terhadap hal aneh penyebab krisis rasa malu itu bagaikan respon baik. Setiap kolom komentar di media umum menurutku sudah tidak ada manfaatnya. Aku menjadi tidak tegas pada apa yang aku pilih dan malah membuat diriku berdosa dengan kata-kata yang aku keluarkan.

Serba salah aku tuh, komentar pun malah jadi mencaci. Tidak mencaci takut menjadi-menjadi. Ha!! Aku rasa lebih baik kolom komentar dihilangkan saja.

Sebagai generasi penerus bangsa, memalukan di media umum yang benar-benar umum membuat diriku menurunkan moral bangsa. Aku harus minta maaf soal itu, dan aku harus berubah menjadi lebih baik. Tapi setidaknya, aku bukan pejabat koruptor yang masih melambaikan tangan sambil tersenyum di depan kamera dan mengeluarkan seribu pengelakan manis. Aku juga bukan public figure pemakai narkoba yang malah banjir job dengan segala pencitraannya. Itu juga memalukan. Sangat! Semoga aku selalu pada porsinya.

Aku percaya setiap individu punya lebih dari satu sisi karakter. Diriku yang aku tuliskan bisa saja bukanlah aku yang sebenarnya, karena itu bisa saja tentang dirimu, dan tentu saja bisa tentang diriku namun tidak akan aku akui itu.

0 komentar:

Posting Komentar